Upaya Menumbuhkan Kembali Usaha Kerajinan Rakyat Di Kawasan Perbatasan Provinsi Kalimantan Timur


Kawasan perbatasan Provinsi Kalimantan Timur pada sisi wilayah pedalaman, baik di Nunukan, Malinau maupun Kutai Barat; lebih didominasi keberadaan suku Dayak dibandingkan suku-suku lainnya. Suku Dayak ini memiliki kerajinan anyaman yang motif-nya berbeda sesuai anak suku-nya masing-masing; Disinilah keunikannya, walaupun produk kerajinannya sama, akan tetapi dapat dipastikan akan berbeda motifnya, yang diwariskan sejak turun menurun.



Kekayaan budaya khas suku Dayak ini, seiring dengan perjalanan waktu dan mulai merambahnya teknologi komunikasi ke kawasan pedalaman/perbatasan, cukup memberikan dampak terhadap keberminatan untuk menekuni pembuatan seni kerajinan tangan, terutama kerajinan anyaman. Apabila ini terus dibiarkan, tanpa ada upaya nyata untuk mempertahankannya, maka tidak menutup kemungkinan secara berlahan dan pasti, kerajinan asli suku Dayak hanya dapat ditemukan di museum; boleh jadi museum dimaksud ada di Negara-negara Eropa.


Realitas dilapangan mengindikasikan adanya sinyalemen ini;

Pertama, anak-anak muda/remaja pada umumnya sudah tidak berminat lagi membuat kerajinan khas Dayak, terutama kerajinan anyaman. Alasan yang dikemukakan, lebih banyak berkisar pada rumitnya teknik menganyam dan cukup menyita waktu. Oleh karenanya, pembuatan kerajinan lebih banyak dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga setempat, yang umumnya berusia 30 tahun keatas.


Kedua, pembuatan kerajinan tadi dilakukan sebagai usaha sampingan, setelah pekerjaan pokok diselesaikan; apakah pekerjaan rumah tangga ataupun membantu suami di ladang. Alasan utamanya adalah sekedar mengisi kesibukan dan disimpan untuk keperluan pribadi. Kalaupun ada permintaan hanya sebatas dari lingkungan sekitarnya, dengan harga sekedarnya pula.


Ketiga, karena dianggap sebagai pekerjaan sampingan, maka konotasinya identik dengan pekerjaan tidak produktif, sehingga wajar saja pekerjaan pembuatan kerajinan tadi hanya sekedar pajangan rumah tangga dilingkungan setempat atau ditampilkan dalam upacara/pesta adat saja.



Keempat, sebagai pekerjaan sampingan dan tidak produktif, maka tampilan motif yang dihasilkan bersifat monoton; Padahal motif dasar yang ada dapat dikembangakn sesuai permintaan dan bernuasa kontemporer, tanpa melepaskan nuasa etnik aslinya. Kerajinan yang ada di art shop kota-kota besar Kalimantan Timur, khususnya anyaman dari manik ataupun produk lainnya, bukan sepenuhnya dilakukan oleh penduduk asli Dayak; dan bahan bakunya sendiri sudah bersentuhan muatan teknologi, seperti manik, penggunaan cat, sambungan atau ikatan yang menggunakan benang/nylon serta tambahan perca-perca kain yang berwarna-warni. Kesannya adalah kerajinan Suku Dayak yang didukung produk made in china.


Kelima, komersialisasi kerajinan sebagaimana disebutkan butir keempat diatas, dilihat dari segi harga, berkorelasi untuk dapat menekan harga jual, sehingga dapat menumbuhkan minat pembeli. Namun disisi lain, akan menghilangkan orijinalitas akar budaya dan falsafah dari produk seni Suku Dayak. Produk seni asli Suku Dayak penuh dengan kearifan lokal dan menggunakan bahan baku dari alam, termasuk teknik pewarnaan-nya.




Apa yang harus dilakukan

Haruskah lenyap produk-produk seni kerajian tersebut; dan apa yang harus dilakukan untuk itu semua; jawabannya hanya "ciptakan kepastian pasar". Jawaban inilah yang melandasi adanya kerjasama Badan Pengelolaan Kawasan Perbatasan, Pedalaman dan daerah Tertinggal  (BPKP2DT) Provinsi Kalimantan Timur dengan Yayasan Bhakti Total Bagi Indonesia Lestari (Total E & P Indonesie Foundation) - Balikpapan. Pihak Yayasan bertindak sebagai pembeli dan sekaligus membina pengrajian untuk dapat menghasilkan produk seni yang sudah dikemas tampilan artistik-nya sesuai motif asli, agar memberikan nilai jual lebih.


Sementara pihak BPKP2DT melakukan pembinaan berupa pelaksanaan pelatihan dan bantuan alat penunjang, setelah dilakukan penelusuran langsung ke lapangan, untuk mencari pengrajin yang potensial. Kegiatan lainnya adalah melakukan promosi melalui kegiatan pameran di daerah maupun nasional. Dari sinilah lahir program kerjasama pelatihan bagi para pengrajin kawasan perbatasan, sebagai salah satu manifestasi kerjasama BPKP2DT dengan Yayasan Bhakti Total.


Skala kerjasama ini memang "kecil", akan tatapi memiliki makna  "besar", Dikatakan dalam skala kecil, karena kerjasama ini cukup menciptakan simpul-simpul kelompok pengrajin pada Desa tertentu pada setiap Kecamatan perbatasan, dengan memperhatikan suku/anak suku Dayak yang relatif dominan, karena seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa setiap suku/anak suku memiliki motif tersendiri dan dapat dibedakan secara jelas.  Kelompok tersebutlah yang diharapkan menjadi stimulan menggerakan penduduk sekitarnya untuk ikut serta. Motivator dan tutor kelompok adalah pengrajin yang telah mendapatkan pelatihan. Secara reguler pihak Yayasan melakukan pembinaan langsung ke lokasi ("simpul") binaan, selain membeli produk kerajinan yang dihasilkan kelompok.


Pola pembinaan skala kecil ini, apabila terus dibina secara konsisten dan adanya kepastian pasar ("pembeli") atas produk yang dihasilkan, maka akan menimbulkan semangat kerja, karena kegiatan pembuatan kerajinan tangan yang semula merupakan pekerjaan sampingan menjadi kegiatan produktif; memberikan tambahan penghasilan bagi ibu-ibu dan termanfaatkannya waktu luang; Sementara, produk seni yang dihasilkan dapat dipertahankan orijinalitas . Inilah manfaat besar yang dimaksudkan. Bukankah ini prinsip dasar ekonomi, yaitu dengan biaya yang kecil mendapatkan hasil yang besar.




Apa implikasi berikutnya

Tantangan perluasan pasar menjadi kendala utama; Pasar cukup terbuka, namun keterbatasan pasokan produk seni dari para pengrajin menyebabkan permintaan pasar tidak dapat dipenuhi. Selama ini pasar tradisional Yayasan adalah Kota Balikpapan dan sekitarnya, terutama perusahaan dan tenaga kerja asing yang memiliki selera seni yang tinggi; mereka berprinsip mengutamakan kualitas dibandingkan harga.
Potensi pasar lainnya yang sudah terbuka peluangnya adalah Pasar Raya dan Alun-Alun Grand Indonesia Mall - Jakarta. Khususnya Pasar Raya ini sudah dicapai kesepakatan, akan tetapi kembali pada masalah pasokan dari pengrajin yang masih terbatas.




Kedepan, sejalan dengan program pelatihan yang direncanakan pada tahun 2013 akan datang, diharapkan pasca pelatihan tersebut akan menambah simpul-simpul pengrajin sebagai pemasok utama. Namun masih diperlukan proses pembelajaran dalam kurun waktu tertentu; Umumnya berkisar 3 - 5 bulan, sebelum siap untuk menghasilkan produk yang berkualitas.  













comment 2 komentar:

Anonim mengatakan...

Bagaiman dengan tahun 2014? Apakah ada pelatihan? saya tertarik.

thanida on 19 September 2019 pukul 00.06 mengatakan...

I found your post so interesting.Thank you for sharing this nice post awesome keep sharing.ผลบอลเมื่อคืน


Posting Komentar

Delete this element to display blogger navbar

 
© Kabar Perbatasan Kaltim | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger