Mencari Bentuk Sistem Perekonomian Indonesia - Tinjauan Dari Aspek Filsafat Ilmu


A. Pendahuluan - Sistem Ekonomi
Menurut Gregory Grossman (1984), secara umum terdapat 2 (dua) sistem ekonomi moderat, yaitu; Pertama, sistem ekonomi kapitalis, dengan ciri khas bersifat liberal (tanpa ada campur tangan pemerintah - bertumpu pada kekuatan modal - pasar bebas); Kedua, ekonomi komunis, bercirikan kamando (Negara berperan aktif - pasar terkendali); Walaupun saat ini Negara yang dominan menerapkan sistem komunis sudah tidak ada lagi, sejalan dengan runtuhnya Negara Uni Sovyet; tinggal hanya menyisakan Negara Kuba dan Korea Utara saja lagi yang menerapkan sistem ini, namun karena posisi ekonomi-nya relatif kecil, maka boleh dikatakan sistem komunis sudah runtuh. Sementara Negara RRC yang pada awalnya merupakan Negara dengan sistem ekonomi murni komunis terbesar kedua (setelah Negara Uni Sovyet), dalam prakteknya sudah mengarahkan sistem ekonomi-nya atas dasar kapitalis, sehingga paham komunis hanya dijadikan sebagai ideologi Negara saja (John Naisbitt & Doris Naisbitt; 2010). Adapun perbandingan ciri-ciri khas dan implikasi dari kedua sistem ekonomi moderat tersebut dapat dilihat pada skema 1 berikut.


Skema 1. Ciri-ciri Menonjol Sistem Ekonomi Kapitalis & Komunis

Keberadaan sistem ekonomi sosialis (peran Negara - kelonggaran pasar) sebenarnya merupakan jalan tengah yang menghindari implikasi negatif dari kedua sistem ekonomi diatas, dan mengadopsi ciri-ciri menonjol-nya, yaitu memberikan toleransi terhadap pemberlakuan mekanisme pasar, dengan memberikan peluang terjadinya persaingan sehat melalui peran Negara yang bersifat strategis dan penguasaan kepentingan publik, diwujudkan dengan adanya regulasi oleh Negara (lihat skema 2).


Skema 2 - Format Dasar Sistem Ekonomi Pasar

Oleh Didik J. Rachbini (2004), yang mensitir pendapat George Stigler; menyebutkan bahwa peran Negara dapat diarahkan pada 2 (dua) hal; (1) memberikan proteksi pemanfaatan public; dan (2) proses politik yang rasional. Kedua hal ini dapat diwujudkan melalui penetapan regulasi, dimana dalam lingkup ekonomi sebagaimana menganut "teori optimal pareto, diharapkan regulasi dimaksud akan memberikan dampak positif terhadap perbaikan ekonomi, dengan cara mengalokasikan sumber daya ekonomi potensial, tanpa mengakibatkan kerugian ("individu").
Realitas yang ada sekarang ini adalah kecenderungan setiap Negara menganut sistem ekonomi campuran (unsur sosialis - kapitalis), sekalipun itu Negara kapitalis murni awalnya, seperti Amerika Serikat; dimulai sejak era Presiden Ronald Reagen, yang dikenal dengan istilah Reagenomic's (Deliarnov; 2010), yang beraliran sisi penawaran (supply side). Aliran ini membenarkan peran aktif Negara melalui kebijakan fiskal,  melalui pemotongan pajak yang diharapkan dapat meningkatkan produktivias kerja, sehingga berpeluang untuk meningkatkan penerimaan pajak dan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta mengurangi inflasi.  
Negara-negara yang tergabung dalam "Europe Union"  menerapkan sistem ekonomi sosialis, terutama Perancis dan Jerman, yang disebut dengan Ekonomi Pasar Sosialis. Adapun pengertian Ekonomi Pasar Sosialis adalah sistem ekonomi politik dengan memberikan kebebasan berusaha ("bagi individu"), dengan tetap menuntut adanya tanggungjawab social ("masyarakat"). Artinya, sistem ini tidak dapat diidentikan dengan free market secara murni, dan disisi lain tegas melepaskan prinsip mazhab moneteris yang meminimalkan peran Negara dan menolak paham liberal, yang lebih mengedepankan persaingan bebas. Oleh karena itulah, Sistem Ekonomi Pasar dibentuk ada dasar :
1. Memberikan kebebasan individu dalam pengambilan keputusan (desentralisasi) ;
2. Adanya persamaan sosial ;
3. Menjaga keseimbangan pertumbuhan ekonomi ;
4. Kebijakan struktural untuk mengatasi eksternalitas maupun menciptakan perubahan dalam sistem ekonomi ;
5. Adanya market comformity dalam pelbagai kebijakan ekonomi.
Untuk mewujudkan kelima prinsip dasar tersebut maka peran pemerintahan dilakukan secara proporsional melalui penerapan kebijakan dan regulasi, berupa penerapan instrumen; (1) jaminan atas kenyamanan bekerja; (2) partisipasi angkatan kerja yang optimal; (3) pemberian kompensasi minimal yang layak; (4) pemberian subsidi terhadap kebutuhan dasar; (5) adanya sistem jaminan sosial; dan (6) dorongan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Disisi lainnya pemerintah menerapkan kebijakan ekonomi yang pro pasar, dengan terus menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi dan upaya menghindari terjadinya monopoli.
Dari ketiga sistem ekonomi yang telah diutarakan diatas, selanjutnya dikaitkan dengan  Negara Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia menerapkan sistem ekonomi sosialis "secara ideologis", karena tertuang jelas dalam ayat (1), (2) dan (3) pasal 33 UUD 1945; Dan  didalam perkembangannya sendiri dikenal beberapa konsep "sistem ekonomi Indonesia", yaitu Ekonomi Pancasila, yang dipelopori oleh Mubyarto (UGM) dan Ekonomi  Kerakyatan, yang dicetuskan Adi Swasono dan Sri-Edi Swasono pada awal krisis moneter (krismon) disemester kedua Tahun 1997.

B. Pendekatan Filsafat Ilmu
Apabila ingin menjadikan Ekonomi Pancasila (atau dengan sebutan lainnya, Ekonomi Kerakyatan) sebagai suatu sistem ekonomi, maka harus dapat dijelaskan melalui pendekatan filsafat ilmu. Pendekatan pertama, dilihat dari aspek ontologis, yaitu keberadaannya sebagai suatu sistem ekonomi yang dapat dibedakan dengan sistem lainnya. Pendekatan kedua, dari aspek epistomologis, yaitu bagaimana memahami cara kerja sistem tersebut dalam menjawab masalah yang dihadapi. Pendekatan ketiga, dari aspek aksiologis, menjawab hasil atau kondisi ideal yang diharapkan dari proses bekerjasanya sistem.

Pendekatan Ontologis
Secara harfiah dapat diartikan bahwa ontologis merupakan teori tentang keberadaan suatu yang ada, sehingga pendekatannya akan berusaha mengungkapkan tentang objek apa yang ditelaah dan bagaimana wujud hakiki dari objek tersebut sebagai suatu sistem ("sistem ekonomi"). Dalam konteks ini.  keberadaan Ekonomi Pancasila yang oleh Mubyarto, disebutkan prakteknya dengan mudah dapat ditemui dalam kehidupan nyata dilingkungan masyarakat Indonesia, sebagai ekonomi rakyat, bersifat moralistik, demokratik dan mandiri.
Oleh Dawam Rahardjo; apabila ekonomi rakyat yang diidentikan dengan Ekonomi Pancasila, yang banyak dijumpai di daerah-daerah, di pedesaan dan kota-kota kecil maupun di kampung-kampung yang berada pada daerah perkotaan. Pada umumnya, diwilayah tersebut banyak dijumpai industri/ kerajinan rakyat bercirikan kolektifisme, dimana berlaku kepemilikan kolektif atas faktor-faktor produksi yang menghasilkan produk kolektif/individu, dengan distribusi yang berorientasi pada pemenuhan pasar lokal.
Jika praktek sederhana tersebut dijadikan rujukan, maka praktek tadi hanya sekedar gambaran dari sebuah "ekonomi tradisional"; bukan sistem ekonomi dalam arti sebenarnya. Ekonomi tradisional merupakan kondisi faktual yang dihadapi oleh Negara Berkembang, bersendikan masyarakat sipil  (civil society) dan dialog serta perekonomian yang bersifat subsistem dan intensif sumber daya manusia.    
Sistem ekonomi lainnya yang telah disebutkan sebelumnya, namun tidak berbeda prinsip  dengan  ekonomi Pancasila adalah Ekonomi Kerakyatan, dimana oleh Sarbini Sumawinata (2004); dikatakan bahwa Ekonomi Kerakyatan adalah "gagasan" tentang cara dan tujuan pembangunan dengan sasaran utama perbaikan nasib rakyat, yang pada umumnya berdomisili di pedesaan.
Ekonomi Kerakyatan ini menghendaki adanya pendekatan terhadap kebebasan ekonomi dan partisipasi seluruh masyarakat, sehingga peranan pemerintah harus mampu mewujudkan adanya demokrasi ekonomi, keadilan sosial dan mengeluarkan kebijakan yang berpihak kepada masyarakat (populistik). Artinya, Ekonomi Kerakyatan ini mendekati sistem ekonomi pasar sosialis, yang dikemas dengan realita Indonesia.
Oleh Revrisond Baswir (2010); Ekonomi Kerakyatan atau Demokrasi Ekonomi, dapat diartikan; perlunya partisipasi seluruh anggota masyarakat untuk memiliki alat-alat produksi atau modal nasional (pasal 33 UUD 1945), baik modal material, intelektual maupun institusional. Implikasinya, Negara dipastikan harus mampu mendistribusikan secara merata ketiga modal tersebut kepada masyarakat, guna menjamin keterlibatan masyarakat dalam proses produksi, karena sesuai amanat pasal 27 UUD 1945, setiap warga Negara berhak mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Perwujudan pasal 27 dan 33 UUD 1945 dalam tataran kebijakan ekonomi, tidak menegaskan sebagai suatu sistem ekonomi yang dapat dibedakan dengan sistem ekonomi lainnya, namun lebih memperjelas arah pijakan sistem yang bernuasa sosialis.
Dari keseluruhan uraian diatas, baik mengenai Ekonomi Pancasila maupun Ekonomi Kerakyatan, dari pendekatan ontologis-nya belum dapat dikatakan sebagai suatu sistem ekonomi Indonesia, sehingga untuk waktu kedepan perlu dilakukan kajian lebih mendalam dari aspek historis dan sosiologis.

Pendekatan Epistomologis
Berbicara tentang sistem ekonomi dari pendekatan epistomologis, pada prinsipnya membahas tentang asal, sumber, metode, struktur dan validas sistem ekonomi bersangkutan. Secara operasional sistem dimaksud dijabarkan dalam penerapan metode ilmiah-nya, mengingat melalui metode ilmiah inilah suatu sistem memperoleh dan menyusun struktur bekerjanya sistem berdasarkan ; (1) kerangka pikir yang logis, dengan argumentasi yang konsisten terhadap sistem ekonomi yang telah dikembangkan sebelumnya; (2) penjabaran hipotesis dari kerangka pikir tersebut; dan selanjutnya  (3) verifikasi terhadap hipotesis tadi  dalam rangka pengujian kebenaran pernyataan secara faktual.
Sistem ekonomi Indonesia, berdasarkan pada pendekatan epistomologis sedikit menimbulkan kesulitan, kalah bersaing dengan sistem ekonomi Islam (lebih dikenal dengan Ekonomi Syari'ah), yang contoh riil-nya sudah banyak dibuktikan melalui pembentukan lembaga keuangan berbasis syar'i, disamping buku teks-nya yang sudah banyak beredar dan sudah diajar pada perguruan tinggi, baik sebagai mata ajar atau program studi tersendiri (strata 1 dan strata 2).
Oleh Dawam Rahardjo (2004) disebutkan pada tahun 1981, Arief Budiman; berdasarkan pendekatan sosiologi, mengatakan konsep manusia dalam Ekonomi  Pancasila adalah homo socius dan homo religius. Berbeda dengan dengan konsep menurut ekonomi sosialis; hanya murni sebagai homo socius, yang cenderung melakukan kerjasama dan mengutamakan kepentingan lebih umum, dibandingkan pribadi. Sementara sistem kapitalis, memandang manusia sebagai homo economicus, dengan kecenderungan sifat serakahnya, tidak mau diatur dan lebih mengutamakan kepentingan pribadinya.
Permasalahannya adalah ide Arif Budiman ini tidak dikembangkan lebih lanjut, padahal Mubyarto sendiri mengusulkan perlunya pendekatan multi disipliner dalam melihat gejala ekonomi (termasuk Ekonomi Pancasila), karena ketidakmampuan mazhab neoklasik untuk melihat semua gejala ekonomi yang terus berkembang dalam dimensi waktu dan ruang yang berbeda.
Kwik Kian Gie (1995) dalam tulisannya pernah mempertanyakan koperasi sebagai sokoguru keadilan ekonomi; lebih mementingkan bentuknya atau jiwanya. Pertanyaan ini muncul sebagai suatu realitas ekonomi, dimana perkembangan koperasi menjadi termarjinalkan dengan kebijakan ekonomi pemerintah yang lebih mementingkan pemodal besar (konglomerat), sehingga Kwik Kian Gie menawarkan perlunya menumbuh semangat ("jiwa") kebersamaan, tanpa melihat bentuk hukum badan usaha-nya; Dan ini bukan merupakan ranah teori ekonomi murni untuk menjawab, mungkin yang lebih tepat menjawabnya adalah antropologi ekonomi atau sosiologi. Namun, paling tidak pola pemikiran Arief Budiman dan Kwik Kian Gie terdapat persamaan mengenai Ekonomi Pancasila, karena koperasi adalah adalah wujud operasional dari bekerjanya Sistem Ekonomi Pancasila.
Masih menurut Kwik Kian Gie (1998), dalam tulisannya mengenai kapitalisme di Indonesia (Kompas, 22 Juli 1996), meluruskan pemahaman tentang kapitalisme; dibolehkannya perorangan (individu) memiliki kapital secara tunai maupun dalam bentuk alat-alat produksi. Kepemilikan atas kapital tadi, tidak melarang individu bersangkutan meminjamkannya, dengan mendapat bunga atau untuk berusaha, sehingga mendapatkan hasil. Artinya, kapitalisme ini akan selalu ada ("tidak terhindarkan") dalam pelbagai pilihan sistem ekonomi, yang penting  adalah pemerataan kesempatan, yang diatur dalam suatu regulasi.
Pola pikir diatas, dikaitkan dengan pasal 33 UUD 1945, menimbulkan pertanyaan apakah semangat ("jiwa") koperasi bernafaskan pada pemahaman kapitalisme ini. Dari sudut pemikiran ini jelas dapat dibenarkan, karena walaupun ditegaskan koperasi adalah kumpulan orang-orang, namun kumpulan orang-orang tersebut menitipkan uang-nya ("modal") untuk dikelola oleh Koperasi.
Pola pikir diatas, walaupun pernah ditentang oleh  Mubyarto (Kompas, 7 Mei 1997), akan tetapi diantara keduanya terdapat kesamaan pemahaman untuk memerankan koperasi dan kesempatan ekonomi rakyat untuk berkembang, mengimbangi perkembangan pelaku ekonomi kelas atas.
Pertanyaannya; apakah wujud dari Sistem Ekonomi Pancasila (kemudian berasimilasi menjadi Ekonomi Kerakyatan) adalah bertumpu pada pengembangan usaha koperasi sebagai wujud operasional-nya. Kalau dikatakan "ya"; apakah ada bedanya dengan koperasi yang telah berkembang pesat  pada Negara-negara Nordic (Eropa Barat), sebagai kelompok penganut Negara Kesejahteraan (Welfare State), atau contoh koperasi yang berkembang pada Negara yang menganut Sistem Pasar Sosial, seperti Rabobank di Belanda, yang dimiliki koperasi.
Secara ideologis Ekonomi Pancasila (Kerakyatan) sudah tertuang sepenuhnya dalam UUD 1945, implementasi faktual-nya sebagai klaim epistomologis, terutama dari aspek metodelogi yang dapat diuji kebenarannya masih memerlukan jalan panjang, karena pemahaman koperasi, baik bentuk hukum maupun operasional- nya tidak berbeda Negara lain yang menganut paham ekonomi sosialis. Kalaupun menambahkan unsur keagamaan (manifestasi dari homo religius), akan dipertentangkan dengan Ekonomi Syari'ah, yang lebih dulu mengklaim pola bagi bagi hasil, sebagai pengganti sistem "bunga".
Realita yang ada dalam perekonomian Indonesia, menempatkan koperasi kalah bersaing dengan pelaku ekonomi lainnya, yaitu swasta dan BUMN. Koperasi berkembang pada strata masyarakat pinggiran dan pedesaan, dengan keterbatasan akses pada sistem finansial konvensional. Masalah yang sama dihadapi pula oleh Negara Bangladesh; namun konsep yang ditawarkan adalah membentuk "bisnis sosial", yang orientasi tidak berbeda dengan bisnis konvensional.
 Muhammad Yunus (2008); sebagai  pencetus konsep diatas, memilah bisnis sosial menjadi 2 (dua); Pertama, perusahaan yang fokus pada penyediaan manfaat sosial, bukan mencari keuntungan besar bagi pemiliknya; Kedua, perusahaan beroperasi dengan mencari keuntungan, namun dimiliki orang-orang miskin.
Bentuk pertama bisnis sosial berimplikasi terhadap harga jual yang relatif murah dan dapat dijangkau oleh orang-orang miskin, disamping waktu pengembalian modal investor relatif menjadi lebih lama, namun disisi lain investor mendapatkan kepuasan spiritual/psikologis. Sedangkan bentuk kedua investor-nya adalah orang-orang miskin bersangkutan, yang nantinya akan mendapatkan dividen hasil usaha.
Bentuk kedua bisnis sosial tadi pada dasarnya identik dengan koperasi, namun Muhammad Yunus memodifikasi bentuk bisnis konvensional, yang berorientasi profit menjadi berorientasi sosial. Hal ini nampaknya lebih realistis, terbukti dari perkembangan Grameen Bank yang terus meningkat, dan adanya pengakuan internasional, dengan memperoleh hadiah nobel tahun 2006, walaupun dikategorikan sebagai pencetus perdamaian; atau lebih tepatnya keberpihakan kepada kaum miskin.
Keberhasilan Muhammad Yunus ini, mengingatkan kembali pada pemikiran Kwik Kian Gie; apakah koperasi di Indonesia menonjolkan bentuk atau jiwanya terlebih dahulu. Berkaca dari keberhasilan konsep "bisnis sosial", sebaiknya kita tidak lagi berdebat, karena baik bentuk dan jiwa merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, yang penting koperasi dapat memainkan perannya untuk mengangkat harkat perekonomian masyarakat bawah.
Sistem bapak angkat, dimana badan usaha (swasta/BUMN) yang maju membina badan/kelompok usaha kecil setempat. Idealnya, sistem ini dilandasi kesataraan usaha yang saling melengkapi, tidak hanya sekedar belas kasih atau memenuhi kewajiban tanggung jawab sosial (community development). Kegagalan sistem bapak angkat ini, lebih banyak ditentukan oleh faktor tidak adanya keterkaitan usaha secara langsung, walaupun upaya pembinaan manajemen, pembukaan peluang pasar (bantuan pemasaran) dan dukungan pembiayaan telah dilakukan.
Keterkaitan usaha secara langsung ini, seharusnya menempatkan produk yang dihasilkan anak angkat diserapkan oleh bapak angkat sebagai bahan baku (komplemen) dalam proses produksi, sehingga kelangsungan usaha bapak angkat merupakan jaminan kelangsungan hidup anak angkat. Saat ini sistem tersebut sudah tidak terdengar lagi gaungnya. Padahal untuk pengembangan koperasi kedepan, sistem ini dapat dimanfaatkan.
Pengalaman terbaik (best practice) di banyak daerah di Indonesia, yang dikenal sebagai kearifan lokal perlu dikaji lebih intensif, sebagai pembelajaran untuk menemukan praktek Ekonomi Pancasila (Ekonomi Kerakyatan) pada tataran lokal, yang dapat diangkat pada tataran nasional, melalui pendekatan metode induktif.
Menurut WIM Poli (2010), kearifan lokal tidak hanya dikonotasi sebagai kegiatan ekonomi semata, didalamnya juga mengandung pula unsur sosial (termasuk budaya setempat) dan agama, sehingga untuk memahami keberadaan dari kearifan lokal setempat harus menggunakan pendekatan multi disiplin, bukan sebaliknya merujuk pada pendekatan konvensional, yang seringkali tidak dapat menjelaskan fenomena yang berada diluar asumsi-nya sendiri.

Pendekatan aksiologis 
Pendekatan aksiologis ini lebih menekan tentang nilai secara umum, sehingga dalam konteks sistem ekonomi, penekanannya adalah bagaimana sistem tersebut memberikan kemaslahatan bagi umat manusia. Oleh karena itulah, keinginan untuk menjadikan Ekonomi Pancasila (Kerakyatan) sebagai suatu sistem, tentunya akan berhubungan dengan tujuan dan hasil akhirnya.
Tujuan yang ingin dicapai secara normatif merupakan "nilai-nilai" dari Pancasila terutama keadilan sosial, kemudian dihubungkan dengan penjabarannya dalam UUD 1945, pasal 27 ayat (2) Negara menjamin penduduknya untuk mendapatkan pekerjaan, pasal 33 yang menekankan pemanfaatan potensi sumber daya alam untuk kemakmuran penduduk, dan pasal 34 yang mengatur kewajiban negara memelihara fakir miskin.
Namun hasil akhir dari pencapaian tujuan tersebut, masih menjadi pertanyaan; apakah indikator hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai selama ini merupakan implementasi dari sistem Ekonomi Pancasila (Kerakyatan), sementara pada pendekatan epistomologis masih diperdebatkan; peran  koperasi sebagai manifestasi bekerjanya sistem Ekonomi Pancasila belum dapat diandalkan, karena pemerintah lebih  memerankan swasta dan BUMN berskala usaha besar, dengan pelbagai kemudahan akses pada fasilitas keuangan. Sedangkan sebagaian besar pelaku ekonomi skala usaha kecil (termasuk koperasi) terus berkutat pada keterbatasan modal dan lemahnya dukungan pengembangan usaha.
Praktis pelbagai hasil pembangunan yang telah dicapai, bukan diperankan oleh koperasi, akan tetapi oleh pelaku ekonomi lainnya, sehingga kondisi seperti ini melemahkan keinginan untuk menjadikan Ekonomi Pancasila (Kerakayatan) sebagai sistem ekonomi yang dapat dibedakan dengan sistem ekonomi Negara lainnya.

C. K e s i m p u l a n
Dari apa yang telah dibicarakan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dari pendekatan filsafat ilmu sistem Ekonomi Pancasila yang kemudian berkembang menjadi Ekonomi Kerakyatan, belum dapat dikatakan sebagai suatu sistem ekonomi Indonesia, karena secara ontologis, sistem dimaksud baru pada tataran ideologis dan cirri yang ada masih bernuansa sistem sosialis; peran Negara - pasar, dan belum menggambarkan kharakter sistem ekonomi sosialis Indonesia, walaupun ada keinginan untuk  memasukkan aspek religius-nya.
Dari pendekatan epistomologi, bekerjanya sistem Ekonomi Pancasila (Kerakyatan), dengan menonjolkan koperasi sebagai wujud demokrasi ekonomi yang diharapkan dapat berperan mengangkat harkat perekonomian penduduk Indonesia yang berpenghasilan rendah, terutama dipedesaan; kenyataan belum dapat dilakukan, karena perbedaan pola pikir; apakah lebih menonjolkan bentuk hukum institusinya atau menonjolkan jiwa-nya.
Sementara dari pendekatan aksiologis-nya terbentur pada klaim hasil-hasil pembangunan yang dicapai selama ini tidak diperankan oleh koperasi, walaupun  peran tersebut ada namun relatif kecil, dibandinkan dengan peran yang diberikan oleh swasta murni dan BUMN.
Kedepan langkah stretegis yang harus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, termasuk Perguruan Tinggi adalah melakukan kajian secara mendalam sistem Ekonomi Pancasila (Kerakyatan) dari pelbagai pendekatan disiplin ilmu. Pengalaman historis masa lalu maupun kearifan lokal yang berkembang dipelbagai daerah di Indonesia dapat menjadi rujukan awal.
Pemerintah melalui kebijakannya menetapkan Ekonomi Pancasila (Kerakyatan) sebagai mata ajaran pada strata pendidikan S1 dan S2, disamping mendorong Perguruan Tinggi untuk membentuk lembaga kajian, seperti Pusat Studi Ekonomi Pancasila (PUSTEP) UGM.

Daftar Pustaka
1) Baswir, Revrisond. 2010. Ekonomi Kerakyatan Vs Neoliberalisme. Cetakan I. Januari 2010. Yogyakarta; Delokomotif
2) Deliarnov. 2010. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Edisi Ketiga. Cetakan Keenam. Januari 2010. Jakarta; PT. Rajagrafindo Persada.
3) Gie, Kwik Kian. 1995. Analisis Ekonomi Politik Indonesia. Cetakan Keempat. Juli 1995. Jakarta; PT. Gramedia Pustaka Utama.
4) Gie, Kwik Kian. 1998. Gonjang-ganjing Ekonomi Indonesia - Badai Belum Akan Segera Berlalu. Cetakan Pertama. Juni 1998. Jakarta; PT. Gramedia Pustaka Utama.
5) Grossman, Gregory. 1984. Sistem-sistem Ekonomi. Alih bahasa Anas Sidik. Jakarta; Bumi Aksara.
6) Naisbut, John dan Doris Naisbitt. 2010. China's Megatrend - 8 Pilar yang Membuat Dasyat China. Cetakan Pertama. Jakarta; PT. Gramedia Pustaka Utama.
7) Poli, Prof. DR. WIM . 2010. Tonggak-tongkat Sejarah Pemikiran Ekonomi. Cetakan I. November 2010. Surabaya; Brilian Internasional. 
8) Rachbini, Prof. DR. Didik J.  2004. Ekonomi Politik Kebijakan dan Strategi Pembangunan. Edusi Pertama. Februari 2004. Jakarta; Granit.
9) Rahardjo, Prof. DR. Dawam. 2004. Ekonomi Pancasila Dalam Tinjauan Filsafat Ilmu (handout). 6 Januari 2004. Diunduh tanggal 21 Desember 2009.
10)Sumawinata, Prof. Sarbini. 2004. Politik Ekonomi Kerakyatan. Cetakan Pertama. Maret 2004. Jakarta; PT. Gramedia Pustaka Utama.  
11)Yunus, Muhammad dan Karl Weber.  2008. Menciptakan Dunia Tanpa Kemiskinan. Cetakan ke-2. September 2008. Jakarta; PT. Gremdia Pustaka Utama. 

comment 2 komentar:

master togel on 12 Oktober 2015 pukul 07.51 mengatakan...

KISAH NYATA..............
Ass.Saya ir Sutrisno.Dari Kota Jaya Pura Ingin Berbagi Cerita
dulunya saya pengusaha sukses harta banyak dan kedudukan tinggi tapi semenjak
saya ditipu oleh teman hampir semua aset saya habis,
saya sempat putus asa hampir bunuh diri,tapi saya buka
internet dan menemukan nomor Ki Kanjeng saya beranikan diri untuk menghubungi beliau,saya di kasih solusi,
awalnya saya ragu dan tidak percaya,tapi saya coba ikut ritual dari Ki Kanjeng alhamdulillah sekarang saya dapat modal dan mulai merintis kembali usaha saya,
sekarang saya bisa bayar hutang2 saya di bank Mandiri dan BNI,terimah kasih Ki,mau seperti saya silahkan hub Ki
Kanjeng di nmr 085320279333 Kiyai Kanjeng,ini nyata demi Allah kalau saya tidak bohong,indahnya berbagi,assalamu alaikum.

KEMARIN SAYA TEMUKAN TULISAN DIBAWAH INI SYA COBA HUBUNGI TERNYATA BETUL,
BELIAU SUDAH MEMBUKTIKAN KESAYA !!!

((((((((((((DANA GHAIB)))))))))))))))))

Pesugihan Instant 10 MILYAR
Mulai bulan ini (juli 2015) Kami dari padepokan mengadakan program pesugihan Instant tanpa tumbal, serta tanpa resiko. Program ini kami khususkan bagi para pasien yang membutuhan modal usaha yang cukup besar, Hutang yang menumpuk (diatas 1 Milyar), Adapun ketentuan mengikuti program ini adalah sebagai berikut :

Mempunyai Hutang diatas 1 Milyar
Ingin membuka usaha dengan Modal diatas 1 Milyar
dll

Syarat :

Usia Minimal 21 Tahun
Berani Ritual (apabila tidak berani, maka bisa diwakilkan kami dan tim)
Belum pernah melakukan perjanjian pesugihan ditempat lain
Suci lahir dan batin (wanita tidak boleh mengikuti program ini pada saat datang bulan)
Harus memiliki Kamar Kosong di rumah anda

Proses :

Proses ritual selama 2 hari 2 malam di dalam gua
Harus siap mental lahir dan batin
Sanggup Puasa 2 hari 2 malam ( ngebleng)
Pada malam hari tidak boleh tidur

Biaya ritual Sebesar 10 Juta dengan rincian sebagai berikut :

Pengganti tumbal Kambing kendit : 5jt
Ayam cemani : 2jt
Minyak Songolangit : 2jt
bunga, candu, kemenyan, nasi tumpeng, kain kafan dll Sebesar : 1jt

Prosedur Daftar Ritual ini :

Kirim Foto anda
Kirim Data sesuai KTP

Format : Nama, Alamat, Umur, Nama ibu Kandung, Weton (Hari Lahir), PESUGIHAN 10 MILYAR

Kirim ke nomor ini : 085320279333
SMS Anda akan Kami balas secepatnya

Maaf Program ini TERBATAS .

master togel on 12 Oktober 2015 pukul 07.54 mengatakan...

KISAH NYATA..............
Ass.Saya ir Sutrisno.Dari Kota Jaya Pura Ingin Berbagi Cerita
dulunya saya pengusaha sukses harta banyak dan kedudukan tinggi tapi semenjak
saya ditipu oleh teman hampir semua aset saya habis,
saya sempat putus asa hampir bunuh diri,tapi saya buka
internet dan menemukan nomor Ki Kanjeng saya beranikan diri untuk menghubungi beliau,saya di kasih solusi,
awalnya saya ragu dan tidak percaya,tapi saya coba ikut ritual dari Ki Kanjeng alhamdulillah sekarang saya dapat modal dan mulai merintis kembali usaha saya,
sekarang saya bisa bayar hutang2 saya di bank Mandiri dan BNI,terimah kasih Ki,mau seperti saya silahkan hub Ki
Kanjeng di nmr 085320279333 Kiyai Kanjeng,ini nyata demi Allah kalau saya tidak bohong,indahnya berbagi,assalamu alaikum.

KEMARIN SAYA TEMUKAN TULISAN DIBAWAH INI SYA COBA HUBUNGI TERNYATA BETUL,
BELIAU SUDAH MEMBUKTIKAN KESAYA !!!

((((((((((((DANA GHAIB)))))))))))))))))

Pesugihan Instant 10 MILYAR
Mulai bulan ini (juli 2015) Kami dari padepokan mengadakan program pesugihan Instant tanpa tumbal, serta tanpa resiko. Program ini kami khususkan bagi para pasien yang membutuhan modal usaha yang cukup besar, Hutang yang menumpuk (diatas 1 Milyar), Adapun ketentuan mengikuti program ini adalah sebagai berikut :

Mempunyai Hutang diatas 1 Milyar
Ingin membuka usaha dengan Modal diatas 1 Milyar
dll

Syarat :

Usia Minimal 21 Tahun
Berani Ritual (apabila tidak berani, maka bisa diwakilkan kami dan tim)
Belum pernah melakukan perjanjian pesugihan ditempat lain
Suci lahir dan batin (wanita tidak boleh mengikuti program ini pada saat datang bulan)
Harus memiliki Kamar Kosong di rumah anda

Proses :

Proses ritual selama 2 hari 2 malam di dalam gua
Harus siap mental lahir dan batin
Sanggup Puasa 2 hari 2 malam ( ngebleng)
Pada malam hari tidak boleh tidur

Biaya ritual Sebesar 10 Juta dengan rincian sebagai berikut :

Pengganti tumbal Kambing kendit : 5jt
Ayam cemani : 2jt
Minyak Songolangit : 2jt
bunga, candu, kemenyan, nasi tumpeng, kain kafan dll Sebesar : 1jt

Prosedur Daftar Ritual ini :

Kirim Foto anda
Kirim Data sesuai KTP

Format : Nama, Alamat, Umur, Nama ibu Kandung, Weton (Hari Lahir), PESUGIHAN 10 MILYAR

Kirim ke nomor ini : 085320279333
SMS Anda akan Kami balas secepatnya

Maaf Program ini TERBATAS .

Posting Komentar

Delete this element to display blogger navbar

 
© Kabar Perbatasan Kaltim | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger