Konsep Pembangunan Kawasan Perbatasan Kalimantan Timur Sebagai Beranda Depan NKRI

BAB I.    P E N D A H U L U A N

1.1. Latar Belakang 

Kawasan perbatasan Provinsi Kalimantan Timur mencapai luas wilayah ± 47.930,45 km2 atau ± 24,15 dari seluruh luas wilayah daratan yang ada (lihat Tabel 1), luasan tersebut membentang sepanjang 1.038 km, yaitu dari arah selatan seputar wilayah Lasan Tuyan di Kabupaten Kutai Barat hingga kearah utara di sekitar Sebatik di Kabupaten Nunukan. Garis perbatasan tersebut mencakup 3 Kabupaten, yaitu Nunukan, Malinau dan Kutai Barat, dengan 19 Kecamatan ("setelah pemekaran") sebagai ujung tombak yang berbatasan langsung dengan Negara Malaysia (Serawak dan Sabah). Sebagian besar kawasan Kalimantan Timur adalah perbatasan darat dengan Malaysia, sedangkan perbatasan laut hanya berada disekitar Sebatik dan Nunukan.


Nunukan Port

Secara geografis kawasan perbatasan darat berada di pedalaman dan sebagian besar sudah termasuk dalam kawasan hutan lindung (heart of borneo). Disisi lainnya, dari aspek demografi; jumlah penduduk kawasan ini tingkat kepadatannya relatif tipis, hanya mencapai ± 3,15 jiwa/km2, dengan tingkat pensebaran tidak merata pada 258 Desa (sebelum pemekaran). Hasil sensus penduduk tahun 2010 lalu, jumlah penduduk hanya mencapai 151.051 jiwa, dimana dari  jumlah  tersebut  lebih   banyak berada  di Kabupaten Nunukan, terutama Kecamatan di Pulau Sebatik (ada 5 Kecamatan), yang relatif lebih maju dibandingkan Kecamatan lainnya, baik dalam hal sosial ekonomi masyarakat, ketersediaan fasilitas layanan dasar maupun infrastruktur-nya, sehingga laju pertumbuhan penduduk selama 5 tahun terakhir, menunjukan bahwa Kecamatan perbatasan di Kabupaten Nunukan, dapat mencapai pertumbuhan penduduk rata-rata 4,57 %/tahun, bandingkan dengan Kabupaten lainnya (lihat Tabel 3).

Tabel 1
Cakupan Kabupaten & Kecamatan di Kawasan Perbatasan Provinsi Kalimantan Timur


Keterangan:
1) Kecamatan hasil pemekaran baru pada tahun 2011, Sebatik dipecah menjadi 5 Kecamatan (sebelumnya 2 Kecamatan, yaitu Kecamatan Sebatik dan Sebatik Barat). Kecamatan Lumbis Ogong adalah pemekaran dari Kecamatan Lumbis, sedangkan Kecamatan Tullin Onsoi, merupakan pemekaran dari Kecamatan Sebuku. Kecamatan Sei Manggaris marupakan pemekaran dari Kecamatan Nunukan.
2) Jumlah Desa masih merujuk pada jumlah Desa sebelum ada pemekaran di Kabupaten Nunukan (jumlah pasti masih dihimpun).
Catatan : Luas wilayah Provinsi Kaltim  mencapai ± 208.657,74 km2, meliputi luas daratan ± 198.441,17 km2 dan luas laut (sejauh 12 mil) ± 10.216,57 km2
Sumber : Grand Strategi Pengelolaan Kawasan Perbatasan Kalimantan Timur 2010, publikasi Badan Pengelola Kawasan Perbatasan, Pedalaman & Daerah Tertinggal (BPKP2DT) Provinsi Kaltim, diolah dengan menambahkan data dari sumber lainnya. 

Sementara potensi ekonomi yang dapat dimanfaatkan, berdasarkan kesesuaian lahan, yang sudah mengkombinasikan; (a) aturan berlaku, yaitu keberadaan ketentuan konservasi; dan (b) pertimbangan fungsi kawasan; maka potensi dimaksud lebih bertumpu pada usaha pertanian/perkebunan. Usaha inilah yang menjadi tumpuan mata pencaharian utama masyarakat. Namun aspek pemasaran produksi merupakan kendala yang belum dapat dituntaskan sepenuhnya, sehingga hasil pemasarannya lebih banyak ditujukan ke Negara tetangga, dengan term of trade yang menguntungkan penduduk Negara tetangga. Pemasaran di sekitarnya didalam negeri terbentur pada terbatasnya prasarana/sarana transportasi, sehingga berdampak terhadap mahalnya harga jual, akibat adanya tambahan biaya transportasi.
Gambaran diatas, yaitu tipisnya tingkat kepadatan penduduk, dengan kondisi geografis yang terisolir, sehingga menyebabkan kendala kemudahan transportasi; pada akhirnya menyebabkan kurang optimalnya pemanfaatan potensi ekonomi, sehingga kesemuanya ini bermuara pada kendala untuk meningkatkan kesejateraan masyarakat. Apapun pilihan strategi pembangunan perbatasan; tujuan mendasarnya berpulang pada upaya ini.

1.2. Pengertian & Cakupan Kawasan

Pengertian kawasan perbatasan akan berbeda, sesuai padanan rujukannya, sehingga implikasi kebijakan perwilayahan-nya akan berbeda pula. Dalam dokumen perencanaan yang diintodusir oleh Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), rujukan pengertian perbatasan adalah menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara,  yang mengartikan kawasan perbatasan Negara adalah bagian dari wilayah Negara yang terletak pada sisi dalam batas wilayah Indonesia dengan Negara lain. Dalam artian tersebut maka batas wilayah Negara di darat berada di "Kecamatan".
Sementara, merujuk pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2006 tentang Tata Ruang, yang selanjutnya dijarbarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN); menyebutkan bahwa ruang lingkup kawasan perbatasan Negara adalah wilayah "Kabupaten/Kota" yang secara geografis dan demografis berbatasan langsung dengan Negara tetangga dan/atau laut lepas; Selanjutnya kawasan perbatasan Negara meliputi kawasan perbatasan darat dan kawasan perbatasan laut, termasuk pulau-pulau kecil terluar.
Perbedaan penyebutan "unit perbatasan" dari kedua aturan hukum diatas berimplikasi terhadap strategi perwilayahan pembangunan perbatasan; Dalam Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan - BNPP, setiap "unit Kecamatan" perbatasan ditetapkan sebagai Lokasi Prioritas (Lokpri), sedangkan ketiga Kabupaten perbatasan yang ada di Kalimantan Timur ini ditetapkan sebagai Wilayah Konsentrasi Pembangunan (WKP);  Sementara "unit Kabupaten" dalam RTRWN diarahkan pada pengembangan aspek ekonomi yang mencakup wilayah yang lebih luas dan borderless (Suprayoga Hadi; 2008), sehingga dari sini lahirlah konsep Pusat Kegiatan Strategi Nasional (PKSN) yang dijadikan sebagai wilayah perkotaan untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu yang dianggap relevan.
Mengacu pada unit Kecamatan sebagai kawasan perbatasan,  Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah menerbitkan Keputusan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 126/K.185/2010 tanggal 1 April 2010 tentang Penetapan Nama-nama Kabupaten dan Kecamatan yang Berbatasan Langsung Dengan Malaysia (Sabah dan Serawak) di Provinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan keputusan tadi terdapat 15 Kecamatan perbatasan, namun akibat dari adanya pemekaran Kecamatan perbatasan di Kabupaten Nunukan; saat ini terdapat 19 Kecamatan (lihat Tabel 1 dan Lampiran 3).
Dari ke-15 Kecamatan yang ada (sebelum dimekarkan), telah ditetapkan sebagai Lokpri hanya 13 Kecamatan, karena Kecamatan Nunukan dan Nunukan Selatan sudah dianggap lebih maju pencapaian hasil-hasil pembangunannya. Implementasi strategi perwilayahan menurut Lokpri ini, dengan cara menetapkan tahapan penanganan pembangunan pada setiap tahun (lihat Tabel 2), selama tahun 2012 - 2014; lebih terkesan sebagai "pemerataan" pembangunan. Setiap Lokpri sesuai dengan tahapannya akan mendapatkan alokasi dana proporsional, sesuai dengan potensi pengembangannya.
Berbeda dengan PKSN; lokasi yang telah ditetapkan sebagai PKSN (Ikhwanuddin Mawardi; 2010); dimaksudkan sebagai kawasan pusat perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara, dengan kriteria :
a. Pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas (PPLB) dengan negara tetangga ;
b. Pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang menghubungkan dengan negara tetangga ;
c. Pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan wilayah sekitarnya; dan
d. Pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong perkembangan kawasan disekitarnya ;
Di Kalimantan Timur (lihat Tabel 2), PKSN yang relevan diterapkan di kawasan perbatasan adalah melaksanakan fungsi sebagai "pos pemeriksaan lintas batas" dan "pusat pertumbuhan". Ini berarti, hanya Nunukan berfungsi sebagai PKSN (fungsi pos pemeriksaan), yaitu mejadi pintu keluar masuk para pelintas batas dari Nunukan ke Tawao atau sebaliknya, sedangkan sebagai PKSN yang berfungsi sebagai "Pusat Pertumbuhan", dengan pendekatan trickledown effect-nya (efek menetes kabawah), maka  kegiatan ekonomi yang terkonsentrasikan pada suatu wilayah tertentu, dengan kelengkapan fasilitas infrastruktur pendukungnya, diharapkan dapat memberikan multiplier effect pada wilayah sekitarnya (hinterland). Namun kenyataan, semua lokasi PKSN di Kalimantan Timur belum dapat dikatakan sebagai pusat pertumbuhan.

Tabel 2
Strategi Perwilayah Pembangunan di Kawasan Perbatasan Provinsi Kalmantan Timur

Sumber : Diolah dari pelbagai sumber. 

Dalam RPJMD Tahun 2009 - 2013, strategi perwilayahan yang diterapkan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur adalah menetapkan "14 titik kuat pembangunan"; tidak terdapat perbedaan mencolok dengan strategi perwilayahan menurut PKSN maupun Lokpri. Lokasi yang ditetapkan sebagai titik kuat merupakan simpul-simpul transportasi yang saling berhubungan, karena permasalahan utama kawasan perbatasan adalah isolasi wilayah, sehingga strategi untuk membuka isiolasi tersebut, akan memberikan dampak terhadap pergerakan ekonomi setempat ("lokasi titik kuat") dan sekitarnya. Sebagai manifestasi dari keinginan tersebut Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur sudah merencanakan (saat ini sudah diimplementasikan) jaringan jalan poros selatan-tengah-utara kawasan perbatasan, yaitu :
a. Poros Selatan mencakup ruas jalan Long Hubung - Laham - Long Bagun - masuk sampai Kecamatan perbatasan Kab. Kutai Barat di   Long Pahangai - Long Apari - berakhir di perbatasan Sarawak; sepanjang ± 453 km, dari Long Apari - Putusibau (perbatasan Kalbar) sepanjang ± 43 km ;
b.Poros Tengah mencakup ruas jalan Long Bagun - Mahak Baru - masuk kedalam Kecamatan perbatasan di Kabupaten Malinau di Sungai Barang - Long Ampung - Long Nawang - berakhir di perbatasan Long Busang (Serawak); sepanjang ± 235 km ;
c. Poros Utara mencakup ruas jalan Malinau - Mentarang - masuk kedalam Kecamatan perbatasan di Kabupaten Nunukan di Long Bawan - Long Midang - berakhir di perbatasan Long Pasia (Sabah) dan Ba' Kelalan (Serawak); sepanjang ± 120 km.
Dari ketiga strategi perwilayahan diatas; apakah sebagai Lokpri, PKSN atau titik kuat pembangunan; Kawasan perbatasan harus dipersepsikan sebagai bentang geografis yang mempunyai fungsi sama dalam konteks pengelolaan serta pengembangan; dan bersifat fungsional dalam satu entitas yang berada dalam satu kesatuan sistem geografis yang tidak terkotak-kotak oleh batas administrasi daerah (Afriadi Sjahbana Hasibuan; 2011). Ini berarti, pengelolaan kawasan perbatasan lebih ditekankan pada "desentralisasi fungsional"; setiap pilihan strategi pembangunan, harus melihat pada kesamaan fungsi kawasan, dan ditangani secara lintas sektoral yang saling terkait; harus ada fungsi kelembagaan yang diberikan kewenangan untuk mengintergrasikan kegiatan lintas sektoral, agar semua fungsi yang melekat secara sektoral tadi dapat dioptimalkan.

BAB II PERMASALAHAN & KEWENANGAN

2.1. P e r m a s a l a h a n

Berdasarkan Grand Strategi Pengelolaan Kawasan Perbatasan Kalimantan Timur (2010; 100), telah diidentifikasi 2 (dua) permasalahan pokok yang dihadapi dalam membangun kawasan perbatasan; yaitu, (a) aspek pengelolaan batas wilayah negara (security); dan (a) aspek pengelolaan kawasan perbatasan (prosperity). Khususnya, pada aspek security akar permasalahannya adalah kondisi geografis kawasan yang cukup luas dan terisolir; menjadi kendala utama dalam melakukan tindakan pengamanan pelanggaran batas wilayah dan dari hal-hal yang bersifat illegal. Sedangkan dari aspek pengelolaan kawasan perbatasan; terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi adalah :
a. Rendahnya tingkat kemajuan ekonomi di kawasan perbatasan, berdampak terhadap kesenjangan wilayah dan sosial ekonomi, dengan kawasan perbatasan Negara tetangga (Malaysia) ;
b. Keterbatasan sarana/prasarana dasar transportasi dan komunikasi,  menyebabkan terjadinya isolasi dan rendahnya aksesibilitas dengan kawasan lain  disekitarnya ;
c. Masih rendahnya tingkat kesehatan, latar belakang pendidikan dan penguasaan keterampilan penduduk, terkait dengan keterbatasan penyediaan layanan dasar ;
d. Terjadinya tindakan illegal logging, illegal trading, illegal trafficking dan illegal fishing, menyebabkan kerugian terhadap pemasukan devisa bagi Negara ;
e. Harga barang kebutuhan pokok relatif mahal, sehingga mengakibatkan ketergantungan dengan penyediaan kebutuhan pokok dari Negara tetangga ;
f. Satuan biaya pembangunan (unit cost) relatif mahal, berdampak terhadap pencapaian kuantitas dan kualitas target pembangunan yang dibiayai dari dana APBN/APBD  ;
g. Penyediaan anggaran Pemerintah untuk pembangunan infrastrukur relatif kecil dibandingkan kebutuhan sebenarnya, sehingga tahapan pembangunan yang dilaksanakan terkesan lamban penanganannya ;
h. Perhatian Pemerintah Pusat yang diwujudkan dengan pelaksanaan program pembangunan kawasan perbatasan oleh Kementrian/Lembaga Non Kementrian relatif masih rendah; Ini ada kaitannya dengan kurang efektifnya pengelolaan kawasan perbatasan pada tingkat Pemerintah Pusat, sehingga pengelolaan yang ada cenderung bersifat sektoral (parsial) dan belum terintegrasikan dengan baik;
i. Sebagian besar kawasan perbatasan berada di wilayah budidaya hutan dan hutan lindung (heart of borneo), menyebabkan benturan kepentingan terhadap upaya mening-katkan perekonomian penduduk dan upaya menjaga kelestarian lingkungan hutan.

2.2. Kewenangan Pengelolaan

Untuk mengatasi permasalahan diatas, maka sesuai dengan kewenangan Pemerintah Daerah; dalam hal pengelolan wilayah perbatasan, hanya mencakup pengelolaan yang lebih menonjolkan aspek penciptaan kesejahteraan (prosperity) bagi penduduk setempat, dengan cara mengembangkan dan memanfaatkan pelbagai potensi sumber daya alam yang ada serta memerankan penduduk setempat sebagai subyek pembangunan. Oleh karenanya aspek kesejahteraan yang ditonjolkan adalah dibidang ekonomi, dengan diimbangi bidang terkait lainnya  terutama sosial  dan budaya, transportasi, lingkungan serta implementasi praktis atas pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), seperti komunikasi dan teknologi tepat guna untuk usaha pertanian/perkebunan.
Implikasi dari luasn cakupan pengelolaan kawasan perbatasan ini maka secara institusional akan melibatkan tanggungjawab Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota setempat, sesuai dengan kewenangannya, baik kewenangan yang terkait dengan pelaksanaan tugas desentralisasi, dekonsentrasi maupun tugas pembantuan.
Diharapkan pelaksanaan pelbagai bidang yang terkait dengan aspek pertahanan/keamanan (security) dan kesejahteraan menjadikan Kecamatan di perbatasan sebagai "lini depan depan" terhadap Negara tetangga. Ini merupakan perubahan paradigma didalam pengelolaan kawasan, dimana sebelumnya, karena alasan geografis terletak di pedalaman, maka persepsi yang muncul bahwa perbatasan merupakan "lini  belakang", sehingga aspek yang ditonjolkan lebih banyak pada aspek pertahanan/keamanan saja.
Perubahan dari paradigma pertahanan/keamanan menjadi keseimbangan antara kesejahteraan, pertahanan / keamanan dan lingkungan; berdampak terhadap strategi pembangunan perbatasan, yaitu harus lebih terkoordinasikan, tidak bersifat parsial yang lebih mementingkan ego sektoral. Secara institusional, baik  pada tingkat Pemerintah Pusat maupun Daerah, Badan Pengelola Perbatasan Pusat/Daerah harus memainkan  peran sebagai policy integrated strategic role; peran koordinatif dalam melakukan integrasi kegiatan sektoral terkait di Pusat/Daerah. Oleh Mohammad Ikhwanuddin Mawardi (2009; 156-157), Badan Pengelola Perbatasan Daerah dapat melakukan peran koordinatif-implementatif. Peran koordinatif berupa fasilitasi program dan anggaran lintas sektoral, sedangkan peran implementatif (terutama di Daerah) berupa kewenangan untuk melaksanakan program, selama "unit pelaksananya" sudah ada dalam struktur kelembagaan. Untuk permasalahan ini, Peraturan Dalam Meneteri Dalam Negeri Nomor : 2 Tahun 2011 tentang Pedoman Pembentuk Badan Pengelola Perbatasan Daerah, sudah mengatur pembentukan unit pelaksana teknis; sebagaimana tertuang dalam pasal 12. Sementara hasil Tim Peneliti KODAM VI/MLW (2012; 19), merekomendasikan pembentukan Badan Otorita Khusus Pengelola Perbatasan, karena melihat fakta dilapangan yang mengindikasikan tidak efektifnya penanganan pembangunan kawasan perbatasan yang melibatkan banyak pihak. Fakta ini mengindikasikan; Pertama, memberikan peran kepada Badan Otorita untuk bertindak sebagai pelaksana pembangunan perbatasan; Kedua, pola koordinasi berjenjang untuk mengintegrasikan kegiatan sektoral, baik di Pusat oleh BNPP maupun di Daerah oleh Badan Pengelola Perbatasan Daerah belum berjalan secara optimal.
Pembentukan Badan Otoritas Khusus tidak bertentangan dengan prinsip desentralisasi fungsional, karena peran fungsional ("sektoral") tadi dilebur dalam satu fungsi kelembagaan yang mengintegrasikan seluruh peran fungsional, yang pertanggungjawaban terhadap pencapaian kinerja (indikator kinerja sektoral) dan administrasi keuangan-nya dapat dijelaskan melalui sistem pemantauan dan pelaporan yang disepakati bersama. Badan Otoritas Khusus bersifat implementatif - koordinatif, sehingga bukan merupakan kelembagaan ad-hoc.

BAB III   PERENCANAAN PEMBANGUNAN

3.1. Perencanaan Pembangunan Kawasan 

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 - 2025, menempatkan kawasan di Kalimantan Timur sebegai kawasan  yang memiliki nilai strategis, baik dari aspek ekonomi, sosial, politik maupun pertahanan/keamanan dalam rangka menjaga  kedaulatan Negara. Selanjutnya dalam RPJM Nasional 2010 - 2014 sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2010, telah menegaskan bahwa pembangunan kawasan perbatasan sebagai salah satu prioritas nasional, sehingga program-program yang dilaksanakan ada keterkaitan erat dengan misi pembangunan, untuk dapat mewujudkan keutuhan dan kedaulatan wilayah, pertahanan/keamanan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan. Arah kebijakan program yang dilaksanakan bergeser dari orientasi "inward looking" menjadi "outward looking", sehingga bentang kawasan perbatasan dapat dijadikan suatu potensi pengembangan aktifitas ekonomi yang terbuka dengan Negara tetangga, melalui kegiatan perdagangan timbal balik (reciprocal). Pergeseran orientasi ini mengakibatkan pendekatan pembangunan harus lebih menonjolkan aspek penciptaan kesejahteraan (prosperity), yang diimbangi secara proporsional aspek pertahanan/keamanan (security) dan lingkungan.
Pendekatan kesejahteraan akan manjadikan kawasan perbatasan sebagai pintu gerbang Negara, sehingga menempatkannya sebagai "beranda depan" NKRI, dimana pencapaian program pembangunan diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat, dengan menggali perlbagai potensi ekonomi, sosial dan budaya serta memanfaatkan keuntungan geografis yang strategis untuk berhubungan dengan Negara tetangga (Mohammad Ikhwanuddin Mawardi; 2009; 130).
Selanjutnya, dalam RPJMD Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2009 - 2013, menjadikan kawasan perbatasan sebagai agenda prioritas I - Menciptakan Kalimantan Timur yang Aman, Demokratis dan Damai, Didukung Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa. Untuk menjawab isu-isu strategis yang ada, maka strategi yang akan ditempuh adalah Peningkatan Pembangunan Wilayah Perbatasan Dalam Upaya Percepatan Pembangunan. Arah kebijakan yang akan ditempuh berintikan upaya untuk meningkatkan aksesibilitas ke kawasan perbatasan, karena apabila aksesibilitas ini dapat diatasi maka aktifitas ekonomi masyarakat akan bergerak dengan sendirinya; dengan keterbukaan aksesibilitas ini pula akan  menciptkan simpul-simpul transportasi yang memungkinkan pelbagai potensi ekonomi dapat dimanfaatkan.
Memasuki tahun 2013 ini adalah merupakan tahun akhir daripada pelaksanaan RPJMD diatas, dan selaras dengan Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan - BNPP, yang sudah mengadopsi RPJP Nasional, maka permasalahannya adalah bagaimana wujud program pembangunan kawasan perbatasan di Kalimantan Timur pada RPJMD Tahun 2014 - 2018 mendatang, yang sepenuhnya menerapkan pendekatan kesejahteraan, dan menjadikannya sebagai berada depan NKRI terhadap Negara tetangga.
Untuk menjawab permasalahan diatas, Badan Pengelolaan Kawasan Perbatasan, Pedalaman dan Daerah Tertinggal (BPKP2DT) Provinsi Kalimantan Timur, merujuk pada Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2014 - 2033; Diawali dengan perencanaan tata ruang kawasan, selanjutnya diikuti dengan potensi ekonomi yang dapat dikembangkan dan kondisi demografi kedepan, maka pengembangan strategi perwilayahan dan program pembangunan kedepan yang diaggap relevan dengan kebutuhan kawasan perbatasan diuraikan pada Bab IV.
   
3.2. Struktur Tata Ruang Perbatasan

Menurut RTRWN Kalimantan, khususnya Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat yang memiliki kawasan perbatasan terdapat 10 PKSN, yaitu (1) Long Midang, (2) Nunukan, (3) Sei Manggaris, (4) Long Nawan dan (5) Long Pahangai di Kalimantan Timur, sedangkan di Kalimantan Barat adalah (6) Paloh, (7) Jagoi Babang, (8) Nanga Badau, (9) Entikong; dan (10) Jasa. Sebagai PKSN dalam strategi perwujudan rencana struktur tata ruang aakn dikembang sebagai pusat pemukiman, untuk dapat melaksanakan fungsi pelayanan tersier.
Demikian pula dalam stretegi sistem jaringan prasarana wilayah, ke-10 PKSN akan terkoneksi dalam  ruas jalan/jalur safety belt, dan berfungsi sebagai simpul transportasi yang menghubungkan kawasan lain disekitarnya. Sementara, dalam strategi pola pemanfaatan ruang, sudah diatur ruang pemanfaatan kawasan hutan lindung, budidaya dan non budidaya, tanpa berbenturan dengan pemanfaatan ruang untuk kawasan hutan lindung sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 2010.

3.3. Potensi Ekonomi

Penataan ruang kawasan perbatasan Kalimantan Timur, memperhatikan sepenuhnya daya dukung fisik dan lingkungan berdasarkan kondisi fisik dan geologi, guna menentukan  kesesuaian lahan (Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan; 2012; III-2). Kesesuaian lahan tadi sudah disesuaikan dengan kemampuan lahan untuk dikembangkan potensi alamiahnya. Hasil analisis kesesuaian lahan di kawasan perbatasan merujuk pada peraturan dan fungsi kawasan. Dari keseluruhan Kecamatan yang berada di wilayah perbatasan sebanyak 19 Kecamatan, pada dasarnya memiliki kondisi geografis, topografi dan iklim yang tidak berbeda prinsip, sehingga dari kesesuain lahan yang ada dapat dikembangkan beberapa potensi pertanian/perkebunan, seperti kelapa kelapa sawit, karet, kopi, kakao, kayu manis, nenas, pisang dan the.
Potensi dari sektor ekonomi lainnya yang berpeluang untuk dikembangkan adalah : (a) peternakan, seperti sapi, kerbau dan ayam bukan ras; dan (b) perikanan, terutama perikanan tanggap sekitar perairan Nunukan/Sebatik. Namun, belum semua potensi tadi sudah dimanfaatkan sepenuhnya, bahkan beberapa Kecamatan, potensi dimaksud baru merupakan indikasi peluang (belum termanfaatkan), karena jalur pemasarannya tidak didukung kondisi prasarana/sarana transportasi. Sementara untuk pertambangan batu bara, walaupun depositnya tersedia, namun tidak semuanya dapat dilakukan penambangan, terutama lokasi penambangan yang berada pada Taman Nasional Kayan Mentarang (Kawasan Hutang Lindung).

3.4. Kondisi Demografi

Penduduk di kawasan perbatasan seperti telah disinggung sebelumnya, berkembang pesat hanya di Kabupaten Nunukan, sementara di Kabupaten Malinau dan Kutai Barat relatif kecil. Gambaran perkembangan penduduk selama periode waktu 2006 - 2011 (lihat Tabel 3), apabila dijadikan rujukan dalam memprediksikan jumlah penduduk kedepan, maka diperkirakan bahwa penduduk yang pesat perkembangannya hanya disekitar Desa, yang hasil pembangunannya sudah cukup memadai, terutama Desa yang sudah lengkap fasilitas layanan dasarnya; Dan didukung kemudahan transportasi, karena menjadi simpul transportasi yang menghubungkan Desa-desa lain disekitarnya. Peuang ini diindikasikan akan terjadi pada; (a) Desa-desa yang sudah ditetapkan sebagai titik kuat pembangunan; (b) Desa yang akan dijadikan Kota Terpadu Mandiri (KTM) melalui pelaksanaan tranmigrasi dan rencana; dan (c) Desa yang akan segera dibuka PPLB.

Tabel 3
Jumlah Penduduk di Kabupaten Perbatasan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006 - 2011  1)

Keterangan : 1) Sensus penduduk tahun 2010; 2) Rincian lebih lanjut lihat Lampiran 2; 3) Belum dimiliki datanya.
Sumber : Kabupaten Dalam Angka  dari masing-masing Kabupaten, publikasi Bappeda & BPS tahun bersangkutan.

BAB IV   STRATEGI PEMBANGUNAN

4.1. Perwilayahan Pembangunan 
 
Pada Bab I, Sub Bab 1.2, sudah disinggung tentang strategi perwilayah pembangunan, baik mengggunakan konsepsi Lokpri, PKSN maupun titik kuat pembangunan. Kedepan konsep dimaksud akan didekati dari tipologi-nya, karena setiap Kecamatan perbatasan memiliki kharakteristik yang berbeda-beda, baik menyangkut posisi geografis, kandungan potensi alamiahnya dan perlakuan terhadap pemanfaatan lahan. Adanya pembagian tipologi ini akan membantu penyusunan skala prioritas kegiatan yang sesuai kebutuhan.
Konsep ini ("tipologi") tidak berbeda dengan Lokpri, karena semua Kecamatan  perbatasan tertangani, tanpa melihat sistem pentahapannya berdasarkan  aspek wilayah administratif pemerintahan ("Kecamatan"); Sebaliknya, pentahapan yang diberlakukan murni pada pelaksanaan program sesuai tipologi-nya. Demikian pula dikaitkan dengan konsep PKSN, maka peran setiap Kecamatan akan dikembangkan sesuai potensinya, sehingga dapat mendukung lokasi yang telah ditetapkan sebagai PKSN, yaitu menjadi kawasan perkotaan yang melaksanakan fungsi pusat pertumbuhan. Sementara, terhadap konsep titik kuat pembangunan, tipologi yang ada pada Kecamatan perbatasan akan lebih  mengarahkan penanganan program pembangunan, sehingga dapat memperkuat penetapan lokasi bersangkutan ("titik kuat").
Dari ke-19 Kecamatan perbatasan yang ada dibagi dalam 4 (empat) tipologi. Setiap tipologi dikelompokan berdasarkaan kesemaan kharakteristiknya, sehingga berpeluang untuk terjadinya pengelompokan Kecamatan yang lintas Kabupaten, seperti Kecamatan Pujungan, yang masuk pada Tipologi II dan III. Kesamaan kharakteristik dimaksud tidak hanya bertumpu kondisi alamiahnya (identik dengan "potensi ekonomi") saja, namun memperhatikan pola pemanfaatan ruang dan prediksi perkembangan penduduk. Akumulasi dari hal-hal tersebut, maka rincian selengkapnya tipologi kawasan perbatasan di Kalimantan Timur adalah sebagai berikut :
a. Kabupaten Nunukan
   Terdapat 2 (dua) tipologi
   - Tipologi I, mencakup Kecamatan Nunukan, Nunukan Selatan, Sebatik, Sebatik Barat, Sebatik Timur, Sebatik Tengah dan Sebatik Utara. Keseluruhan Kecamatan yang ada secara geografis berada di Pulau Nunukan dan Sebatik, yang berbatasan laut dan darat dengan Sabah (Malaysia).
   - Tipologi II, mencakup Kecamatan Lumbis Ogong, Sei Manggaris, Tulin Onsoi, Krayan Selatan dan sebagian Kecamatan Pujungan, yang seluruhnya berada di pedalaman (darat).
b. Kabupaten Malinau, masuk dalam tipologi, yaitu Tipologi III, mencakup Kecamatan Pujungan (sebagian sudah masuk tipologi II), Kayan Hilir, Kayan Hulu, Kayan Selatan dan Bahau Hulu :
c. Kabupeten Kutai Barat, sepenuhnya masuk Tipologi IV, mencakup Kecamatan Long Pahangai dan Long Apari.

4.2. Strategi Pembangunan
 
Berdasakan tipologi diatas, maka strategi pembangunan di kawasan perbatasan Kalimantan Timur berusaha untuk menjawab permasalahan pokok yang ada (lihat Bab II, Sub Bab 2.1). Setiap strategi berdimensi waktu jangka panjang (2014 - 2033, sehingga diperlukam tahapan pembangunan jangka menengah (5 tahunan), dimana pada setiap tahapan pembangunan jangka menengah terdapat sasaran/target yang harus dicapai. Sasaran yang dicapai pada tahapan tertentu akan menjadi batu loncatan ("sasaran antara") untuk mencapai keberhasilan tahapan berikutnya, dan selalu terulang hingga sampai tahapan ke-4 (20 tahun)
Pada tahapan 5 tahun keempat, diharapkan sasaran untuk menjadikan penduduk kawasan perbatasan dapat mengalami peningkatan kesejahteraan, sejalan dengan meningkatnya kegiatan ekonomi, dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungan (lihat Road Map pada Bagan 1). Ini semua dapat tercapai apabila sasaran tahapan 5 tahun sebelumnya telah terbentuk, seperti tercapainya upaya penyediaan infrastruktur, kelembagaan ekonomi yang sudah berkembang dengan baik, mengikuti tumbuhnya kegiatan ekonomi kawasan, kemampuan SDM yang meningkat, sebagai implikasi meningkatnya  layanan kesehatan dan pendidikan.
Untuk mencapai tahapan sasaran tersebut akan dilaksanakan strategi pembangunan kawasan perbatasan sesuai dengan tipologi-nya masing-masing (lihat Lampiran 1). Strategi dimaksud lebih berorientasi pada "outward looking", karena diarahkan untuk mengekploitasi potensi yang memberikan nilai tambah ekonomi, dalam hubungannya dengan Negara tetangga (Malaysia), melalui kegiatan ekonomi/perdagangan. Sedangkan pendekatannya sudah mengarah pada paradigma kawasan perbatasan sebagai beranda depan. Artinya, strategi yang ditempuh lebih mengedepankan penciptaan kesejahteraan bagi masyarakat secara langsung. Namun bukan berarti mengesampingkan upaya menjaga pertahanan/keamanan, karena proporsi kewenangannya melekat pada Pemerintah Pusat.
Pada tataran implementasi program dari setiap strategi, akan melibatkan Instansi Pemerintah terkait, khususnya lingkup Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten Nunukan, Malinau dan Kutai Barat. Peran Badan Pengelola Perbatasan Provinsi dan Kabupaten terkait dapat bertindak sebagai koordinatif - implementatif.

Bagan 1 - Road Map Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan Provinsi Kalimantan Timur
Sumber : Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan Provinsi Kalimantan Timur, BPKP2DT Provinsi Kaltim, Tahun 2012



BAB V   P E N U T U P

5.1. S i m p u l a n

a. Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2014 - 2033 merupakan rujukan pembangunan kawasan yang orientasi strateginya sudah bersifat outward looking, dengan mengedepankan pendekatan aspek kesejahteraan (prosperity).
b. Sementara strategi perwilayahannya adalah berdasarkan tipologi masing-masing Kecamatan perbatasan, yang dikelompok atas dasar kesamaan kharakteristik-nya; Terdapat 4 (empat) tipologi, yang melengkapi konsep perwilayahan berdasarkan Lokpri, PKSN dan titik kuat pembangunan.
c. Penjabaran program pada setiap strategi sudah memberikan tanggungjawab Instansi Pemerintah yang menjadi pelaku utama sesuai dengan kewenangannya.
d. Keberhasilan pelaksanaan program akan menentukan keberhasilan strategi yang direncanakan; dan secara akumulatif; keseluruhan pencapaian strategi akan menentukan pencapaian sasaran 5 tahunan pada setiap tahapan.
e. Sasaran 5 tahunan pada setiap tahapnya merupakan batu loncatan untuk mencapai sasaran tahap berikutnya; Pada tahapan ke-4, diharapkan dapat mencapai sasaran meningkatkatnya kesejahteraan masyarakat perbatasan.

5.2. Saran Tindaklanjut

Sebagai tindaklanjut terhadap keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perbatasan Kalimantan Timur, maka disarankan :
a. Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan Provinsi Kalimantan Timur agar dapat menjadi rujukan dalam penyusunan RPJMD Tahun 2014 - 2018.
b. Instansi Pemerintah lingkup Provinsi Kalimantan Timur, bersamaan dengan BPKP2DT lebih intensif didalam melakukan koordinasi pelaksanaan pembangunan kawasan perbatasan.


Lampiran I
Strategi Perwilayahan Pembangunan Perbatasan Berdasarkan Tipologi




Lampiran II


Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Rata-rata Kepadatan Penduduk di Kecamatan Perbatasan Kabupaten Nunukan Tahun 2006 - 2010.



Keterangan : 1) Dihitung berdasarkan rata-rata kepadatan dan laju pertumbuhan penduduk.
2) Kec. Nunukan Selatan pada tahun 2006 s/d 2008 masih gabung dengan Kec. Nunukan.
3) Kepadatan dan laju pertumbuhan penduduk merupakan angka gabungan Kec. Nunukan dan Nunukan Selatan.
Sumber : Kabupaten Nunukan Dalam Angka, publikasi Bappeda dan BPS Kab. Nunukan tahun bersangkutan.



Lampiran III


Kecamatan-Kecamatan di Wilayah Perbatasan Kabupaten Nunukan Setelah Pemekaran Kecamatan


Keterangan : 1) Merupakan salah satu dari 5 pulau-pulau kecil terluar di Provinsi Kaltim. 
Sumber : Diolah dari pelbagai sumber.


P e n g a n t a r
Pembangunan kawasan perbatasan menjadi cukup pesat dilakukan saat ini, setelah adanya perubahan paradigma yang lebih mengedepankan pendekatan kesejahteraan, dibandingkan pnedekatan pertaha-nan/keamanan. Disamping itu, realitas yang ada menunjukan bahwa kehidupan masyarakat perbatasan Negara  tetangga relatif lebih maju,  sehigga berimplikasi terhadap pencitraan harga diri bangsa. Oleh karenanya, ttindakan yang sama harus dilakukan, yaitu membangun kawasan yang pada akhirnya dapat menciptakan kesejahteraan masyarakat setampat. Namun permasalahannya, kondisi geografis kawasan yang relatif terisolir, dengan segala keterbatasan prasarana/sarana transportasi menjadi penghambat utama didalam melakukan percepatan pembangunan, mengingat tidak mudahya melakukan mobilisasi barang dan orang menuju kawasan perbatasan; dan kalaupun dapat dilakukan membutukan biaya relatif mahal. Amanat UUD Tahun 1945 yang mengharuskan Pemerintah untuk memajukan "kesejahteraan umum", maka masyarakat kawasan perbatasan yang merupakan obyek pembangunan berhak untuk menikmati pula hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai selama ini, paling tidak mendapatkan fasilitas layanan dasar, dan kemudahan akses untuk melakukan mobilisasi orang dan barang dari dan ke kawasan perbatasan; menggunakan moda transportasi yang terjangkau. Realitasnya,  moblisasi yang terbatas, secara bersamaan harapan dapat diimbanginya penyediaan layanan dasar; sebagai kompensasi dari keterbatasan mobilitas tadi, tidak terpenuhi pula. Ibarat pepatah; sudah jatuh dari tangga masih kejatuhan anak tangga. Pertanyaannya adalah strategi apa yang seharusnya ditempuh untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan. Untuk menjawab pertanyaan ini, rujukan strategi yang akan ditempuh adalah "Grand Design Pembangunan Kawasan Pembatasan 2014 - 2033", sebagai penjabaran dari RPJP Nasional 2010 - 2025, dan ini nantinya akan menjadi masukan dalam RPJMD 2014-2018 mendatang. Makalah ini lebih menekankan pada aspek perencanaan pembangunan, termasuk kebijakan spasial kawasan perbatasan.

Sistematika Pembahasan
Makalah disajikan dalam 4 (empat) Bab; Bab I - Pendahuluan, yang berisikan tentang latar belakang serta definisi kawasan dan cakupannya di Kalimantan Timur. Selanjutnya pada Bab II - Permasalahan & Kewenangan, membicarakan  masalah pokok yang dihadapi, dan kewenangan yang dapat dilakukan sesuai otonomi daerah. Bab III- Perencanaan, membahas mengenai strategi perencanaan yang tertuang dalam RPJP dan RPJM Nasional serta RPJMD, kemudian dilanjutkan dengan membahas tata ruang, potensi ekonomi yang dapat dikembangkan dan kondisi demografi. Bab IV - Strategi Pembangunan, membicarakan perwilayahan pembangunan berdasarkan tipologi dan strategi yang akan ditempuh sesuai tipologi. Bab V - Penutup, berisikan simpulan dan saran untuk tindaklanjut.


O l e h :
Diddy Rusdiansyah A.D, SE., MM., M.Si
Kepala Bidang Pembinaan Ekonomi dan Dunia Usaha Pada Badan Pengelolaan Kawasan Perbatasan, Pedalaman dan Daerah Tertinggal Provinsi Kalimantan Timur


Kepustakaan 
Badan Nasional Pengelola Perbatasan 2011. Rencana Induk Pengelolaan Batas wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan. Jakarta
Badan Pengelolaan Kawasan Perbatasan, Pedalaman dan Daerah Tertinggal Provinsi Kalimantan Timur. 2010. Grand Strategi Pengelolaan Kawasan Perbatasan Kalimantan Timur. Samarinda.
Badan Pengelolaan Kawasan Perbatasan, Pedalaman dan Daerah Tertinggal Provinsi Kalimantan Timur. 2012. Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan Kalimantan Timur. Samarinda.
Hadi, Suprayogo. 2010. Paparan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014, Bappenas. Jakarta. (diunduh tanggal 27 Mei 2011; pada situs http://www.bappenas.go.id/images/ .. ). 
Hasibuan, DR. Afriadi Sjahbana, MPA. M.Com. 2011. Revitalisasi Pengembangan Wilayah Sebagai Upaya Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Wil. Perbatasa" (hand out). Disampaikan pada Workshop Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Perbatasan; diselenggarakan DITJEN BANGDA Kementrian Dalam Negeri, tanggal 20 Juni 2011 di Hotel Ambhara - Jakarta Selatan. 
Mawardi, Muhammad Ikhwanuddin Mawardi. 2009. Membangun Daerah yang Berkemajuan, Berkeadilan, dan Berkelanjutan. Cetakan Pertama. November 2009. IPB Press. Bandung.
Mawardi, Prof. DR. Ir. Mohammad Ikhwanuddini, M.Sc. 2010. Strategi Pengembangan Pusat Kegiatan Strategi Nasional di Kawasan Perbatasan Darat Sebagai Pintu Gerbang Aktifitas Ekonomi dan Perdagangan Dengan Negara Tetangga. Makalah yang disampaikan pada Seminar Menggagas Format Ideal Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan sebagai Halaman Depan NKRI.  Jakarta. Tanggal 8 Desember 2010.
Tim Peneliti KODAM VI/MLW. 2012; Executif Summary Penelitian Wawasan Kembangsaan Masyarakat Perbatasan RI - Malaysia di wllayah Kodam VI/Mulawarman. Juni 2012. Hal 19. 
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025. Jakarta.
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014. Jakarta.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pedoman Pembentukan Badan Pengelola Perbatasan Daerah

comment 1 komentar:

master togel on 12 Oktober 2015 pukul 07.55 mengatakan...

KISAH NYATA..............
Ass.Saya ir Sutrisno.Dari Kota Jaya Pura Ingin Berbagi Cerita
dulunya saya pengusaha sukses harta banyak dan kedudukan tinggi tapi semenjak
saya ditipu oleh teman hampir semua aset saya habis,
saya sempat putus asa hampir bunuh diri,tapi saya buka
internet dan menemukan nomor Ki Kanjeng saya beranikan diri untuk menghubungi beliau,saya di kasih solusi,
awalnya saya ragu dan tidak percaya,tapi saya coba ikut ritual dari Ki Kanjeng alhamdulillah sekarang saya dapat modal dan mulai merintis kembali usaha saya,
sekarang saya bisa bayar hutang2 saya di bank Mandiri dan BNI,terimah kasih Ki,mau seperti saya silahkan hub Ki
Kanjeng di nmr 085320279333 Kiyai Kanjeng,ini nyata demi Allah kalau saya tidak bohong,indahnya berbagi,assalamu alaikum.

KEMARIN SAYA TEMUKAN TULISAN DIBAWAH INI SYA COBA HUBUNGI TERNYATA BETUL,
BELIAU SUDAH MEMBUKTIKAN KESAYA !!!

((((((((((((DANA GHAIB)))))))))))))))))

Pesugihan Instant 10 MILYAR
Mulai bulan ini (juli 2015) Kami dari padepokan mengadakan program pesugihan Instant tanpa tumbal, serta tanpa resiko. Program ini kami khususkan bagi para pasien yang membutuhan modal usaha yang cukup besar, Hutang yang menumpuk (diatas 1 Milyar), Adapun ketentuan mengikuti program ini adalah sebagai berikut :

Mempunyai Hutang diatas 1 Milyar
Ingin membuka usaha dengan Modal diatas 1 Milyar
dll

Syarat :

Usia Minimal 21 Tahun
Berani Ritual (apabila tidak berani, maka bisa diwakilkan kami dan tim)
Belum pernah melakukan perjanjian pesugihan ditempat lain
Suci lahir dan batin (wanita tidak boleh mengikuti program ini pada saat datang bulan)
Harus memiliki Kamar Kosong di rumah anda

Proses :

Proses ritual selama 2 hari 2 malam di dalam gua
Harus siap mental lahir dan batin
Sanggup Puasa 2 hari 2 malam ( ngebleng)
Pada malam hari tidak boleh tidur

Biaya ritual Sebesar 10 Juta dengan rincian sebagai berikut :

Pengganti tumbal Kambing kendit : 5jt
Ayam cemani : 2jt
Minyak Songolangit : 2jt
bunga, candu, kemenyan, nasi tumpeng, kain kafan dll Sebesar : 1jt

Prosedur Daftar Ritual ini :

Kirim Foto anda
Kirim Data sesuai KTP

Format : Nama, Alamat, Umur, Nama ibu Kandung, Weton (Hari Lahir), PESUGIHAN 10 MILYAR

Kirim ke nomor ini : 085320279333
SMS Anda akan Kami balas secepatnya

Maaf Program ini TERBATAS .

Posting Komentar

Delete this element to display blogger navbar

 
© Kabar Perbatasan Kaltim | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger